Bahkan terkadang, saya merasa hanya dengan bayangan mereka, mampu melumatkan puing-puing yang memang sudah hancur
Terasa menyedihkan
Bahkan diantara kematian yangberulang, saya semakin menginginkan kehidupan lebih dari apapun
Rasanya terlalu kering untuk menelan kecewa, namun dahaga ingin terpenuhi juga
Mungkin hanya sejenak, atau bisa jadi selamanya
Saya hanya ingin menjadi "saya"
Dimana saya dicintai hanya karena itu adalah "saya"
Namun terkadang terasa salah
Ketika menjadi begitu angkuh
Namun terlepas dari itu, saya telah memperhitungkan segalanya
Terkadang berucap pada malam
Bahwa tiada kebencian yang perlu dilangitkan
Meski gelapnya pernah begitu menyesakkan
Bahkan jika harus terlihat bodoh
Saya akan tetap memilih tidak membenci meski ingin
Begitulah cara saya merawat hati dan kebahagiaan yang pernah saya relakan
Hanya karena rasa sakit yang tak seberapa
Ini terasa sulit, namun entah mengapa saya tidak ingin menyerah
Terlepas dari tumbuh ditengah-tengah luka dan keputusasaan, begitu banyak cinta yang saya terima
Saya bersyukur karenanya, melebihi kehadiran yang mungkin dulu saya impikan
Melebihi jalan yang mungkin pernah, saya idamkan
Melebihi dari makna "secukupnya"
Saya berharap Tuhan memeluk semua jiwa sebelum mendingin
Terlepas seberapa jauh mereka telah meninggalkan dirinya sendiri
Hingga ada celah dimana mereka mampu bernafas sejenak
Dan tersadar, bahwa masih ada yang tersisa dari reruntuhan yang mereka buat
Bahwa ketika langkah mereka menjandi terlalu jauh, mereka masih pantas untuk kembali
Namun bila tiada seseorang pun yang menunggu, mereka tau, mereka memiliki langit yang begitu biru
Seseorang telah berhenti...
Berhenti merayakan pesakitan yang sangat ia sukai
Berhenti menatap dalam-dalam, kepada dedaunan yang telah mengering
Seakan semua memang seharusnya begitu
Seakan ia "berhenti" Hanya demi bertahan
Bertahan demi langkah tanpa penyesalan
Hingga tiada kenangan yang begitu mengikat
Hingga langkah setelahnya tidaklah berat
Sesuatu yang sangat sederhana Namun melegakan
Ia tak lagi ingin menyalahkan apapun dan siapapun
Ia hanya ingin hidup, dengan memeluk dirinya sendiri
Sedingin apapun udara malam
Ia akan tetap menjadi hangat, dengan segelas susu, bersama cahaya kunang-kunang
Dibiarkannya menggenang
Entah itu lubang yang dangkal, ataupun dalam
Biarlah terisi...
Biarlah terasa penuh
Dan bila, suatu saat mengering
Biarlah debu-debu itu memadat dengan sempurna
Sampai pada akhirnya, tiada air yang mampu mengisi
Saya tidak lagi menggebu-gebu dalam menyukai hujan
Namun rintiknya masih saja menyesakkan
Seakan itu adalah sebuah hukuman yang diberikan oleh langit
Kepada jalang yang menyedihkan
Sesederhana berharap semua berbahagia
Bermimpi memiliki andil menentukan kematian
Pada akhirnya tak lebih dari seseorang yang kehilangan lebih dari setengah kewarasannya
Menjalani hidup, disudut yang paling samar
Berusaha mati-matian tak terlihat
Lantas mengapa masih saja mereka tidak berbahagia
Lantas mengapa, mereka terasa semakin menyedihkan
Setidaknya jika abai, mereka bebas menari diatas lautan
Terkadang, kita berada di neraka yang sama
Berjalan ke dalam hutan yang pekat, demi mengumpulkan ranting dari pepohonan yang telah mati
Mengumpulkan satu persatu, disetiap langkah
Hingga menggunung
Sesekali membakarnya, saat udara semakin mendingin
Namun, ketika telah menjadi abu
Kita menangisinya, dengan begitu gila
Berandai-andai, "andai bisa melebur bersama bara yang merekah, mungkin akan lebih baik"
Namun ini tentang keabadian
Tentang pertemuan kedua
Tentang senyuman, tanpa air mata
Ini adalah dilema terburuk, namun begitu baik
Seakan membiarkan tumbuh, meski dengan paksa
Serupa duri dalam daging yang menyatu
Sudah tidak terasa sepilu itu, namun terkadang cukup mengganggu
Mungkin ini adalah sesuatu yang harus diluruskan seumur hidup
Demi pertemuan dan kehidupan dimana tak ada rasa sakit di dalamnya
Dimana aku bisa memelukmu, tanpa mempertanyakan luka yang terbagi tanpa sengaja
Mari bertemu kembali, ketika semua menjadi baik-baik saja
Ditempat yang kita usahakan
Tanpa kehilangan
Tanpa perpisahan
Tanpa kesedihan